BKD Sulsel Paparkan Penyebab Gagalnya Pengangkatan Guru Non-ASN
Kepala BKD Sulsel, Sukarniaty Kondolele
PABICARA.COM, MAKASSAR, - Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan Komisi A dan Komisi E DPRD Sulsel yang turut dihadiri Kepala Dinas Pendidikan Sulsel dan perwakilan Forum Guru non-ASN yang menanggapi aspirasi Forum Guru Non-ASN Pendidikan Menengah Sulawesi Selatan.
Kepala BKD Sulsel, Sukarniati Kondolel menjelaskan bahwa penataan Non-ASN secara nasional dijadwalkan selesai pada 2024. Sementara untuk 2025, hanya akan dilakukan penyelesaian penataan seleksi gelombang kedua atau tahap kedua. Namun, menurut Ani—sapaan akrab Sukarniati—mereka tetap diharapkan untuk mendaftar karena pendaftaran telah diperpanjang. Yang semula berakhir pada 31 Desember 2024, diperpanjang hingga 7 Januari dan kemungkinan diperpanjang lagi hingga 15 Januari.
"Itu juga termasuk perhatian pemerintah terhadap teman-teman Non-ASN. Intinya, solusi dalam UU 20 itu, jika memang tidak lolos seleksi tahap satu dan dua, mereka akan dikondisikan menjadi PPPK paruh waktu," kata Sukarniati di Gedung DPRD Sulsel, Kamis (9/1).
Sukarniati juga menyebutkan bahwa pihaknya masih menunggu petunjuk teknis terkait penataan Non-ASN yang harus diselesaikan pada 2024.
Kepala Bidang Pengadaan, Pemberhentian, dan Informasi Kepegawaian BKD Sulsel, Yessy Yoanna Ariestiani, menambahkan bahwa BKD intens berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan untuk membuka formasi yang besar. Meskipun jumlah Non-ASN yang terdata di BKD hanya sekitar 2.100, BKD mengusulkan 5.210 formasi dengan harapan semua bisa lolos atau diterima.
"Kami membuka formasi lebih banyak dari jumlah Non-ASN yang terdaftar di data BKD. Jika di data kami ada 9.000 lebih, ditambah honorer 10.000, tapi formasi yang kami buka secara keseluruhan mencapai 12.416. Khusus untuk guru, ada 5.210 formasi," ungkap Yessy.
Menurut Yessy, pada tahap pertama, BKD berharap dengan dibukanya formasi besar, jumlah pendaftar juga meningkat.
"Tapi, jumlah yang mendaftar pada tahap pertama hanya 1.399 orang, dan yang memenuhi syarat hanya 806. Ada 563 orang yang tidak lulus karena formasi tidak tersedia," beber Yessy, yang juga mantan Kabid Humas Pemprov Sulsel.
"Jika formasi lebih besar atau sama dengan jumlah pelamar, pasti akan lebih banyak yang lulus, meskipun hanya memiliki satu nilai tertinggi," lanjut Yessy.
Namun, kata Yessy, jika formasi yang tersedia lebih sedikit dibandingkan jumlah pelamar, kelulusan akan didasarkan pada peringkat, dari yang tertinggi hingga terendah.
"Untuk masa bakti, saya kira mekanismenya sama. Yang paling senior akan diutamakan. Namun, untuk ukuran Panselnas, sudah ada tahap prioritas baik untuk pelamar maupun kelulusan. Teman-teman pasti sudah baca," tuturnya.
Yessy kemudian menyampaikan beberapa kendala khusus terkait formasi Non-ASN. Menurutnya, ada ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dan mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
"Di daerah-daerah, misalnya, seorang guru matematika bisa saja mengajar bahasa Indonesia. Saat ingin dikembalikan ke kualifikasi pendidikan yang sesuai, ini menjadi masalah karena jumlah guru yang ada tidak sesuai dengan jenis formasi yang dibutuhkan di lapangan," terangnya.
Hal lain yang menjadi kendala, kata Yessy, adalah rekrutmen yang tidak sesuai dengan administrasi yang dipersyaratkan.
"Teman-teman ini mengajar di sekolah, tetapi dokumen yang mereka gunakan untuk mendaftar tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Mau tidak mau, mereka tidak memenuhi syarat (TMS)," jelas Yessy.
Selanjutnya, Yessy juga menyoroti masalah terkait pengangkatan guru oleh pejabat yang tidak berwenang.
"Ini sudah beberapa kali disosialisasikan karena banyak teman-teman yang diangkat bukan melalui SK Sekda atau Kepala Dinas, tetapi melalui SK Kepala Sekolah. SK Kepala Sekolah ini bukan persyaratan yang sah," pungkasnya.