PHK Kontroversial AMT Pertamina Di Makassar: Sopir Tangki BBM Tempuh Jalur Hukum

PHK Kontroversial AMT Pertamina di Makassar: Sopir Tangki BBM Tempuh Jalur Hukum

PABICARA.COM, MAKASSAR -  Dua awak mobil tangki (AMT) Pertamina yang bekerja di bawah naungan perusahaan mitra PT Lambang Azas Mulia (LAM) dan PT Elnusa Petrofin, diberhentikan secara sepihak tanpa kejelasan. Mereka adalah Muhammad Fadli dan Rian Adrian, sopir tangki bahan bakar yang selama tujuh bulan terakhir bertugas di Terminal BBM Makassar.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) itu tertuang dalam surat bernomor L9.LAM/C4204-2025.5912 dan L9.LAM/C4204-2025.5910. Alasan PHK mengacu pada pasal 7 ayat 6 butir (m.1) dari Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) 2025 yang menyebutkan bahwa hubungan kerja dapat berakhir jika pekerja “memberikan keterangan tidak benar, antara lain saat proses rekrutmen.”

Namun, Fadli membantah keras tuduhan tersebut. Ia mengaku tidak pernah memberikan keterangan palsu selama proses rekrutmen.

“Kami dinyatakan di-PHK karena dianggap memberikan keterangan yang tidak benar waktu melamar kerja. Padahal kami tidak pernah memalsukan data apa pun, dan kami kerja dengan melalui proses seleksi yang ketat mulai dari psikotes, wawancara pertama, wawancara kedua, tes drive, dan MCU,” ungkap Muhammad Fadli saat ditemui pada Senin (6/10/2025).

Fadli merasa diperlakukan tidak adil karena tidak pernah menerima surat peringatan (SP) apapun sebelumnya. Ia menyebut pemecatan ini dilakukan secara tiba-tiba tanpa proses klarifikasi yang semestinya.

“Tentu saya kaget. Saya tidak pernah ada pelanggaran, tidak pernah absen kerja, tapi tiba-tiba diberhentikan. Kami hanya ingin kejelasan dan keadilan. Kalaupun saya ada kesalahan, kesalahan itu seperti apa? Saya tidak pernah menerima SP apapun itu,” tambahnya dengan nada kecewa.

Langkah hukum pun ditempuh. Tim Kuasa Hukum dari AHR & PARTNERS, yang kini mendampingi Fadli dan Rian, menyatakan telah melayangkan permintaan perundingan bipartit kepada pihak perusahaan sejak akhir September, namun tidak direspons.

“Kami sudah melayangkan surat permohonan perundingan bipartit satu dan dua tertanggal 26 dan 30 September namun tak pernah digubris. Perusahaan ini memang terkesan nakal karena kerap menganggap dirinya perusahaan plat merah,” cetus Andi Haerul Rijal, SH, kuasa hukum kedua korban PHK.

Andi menyoroti pola PHK sepihak yang kerap terjadi di lingkungan mitra Pertamina. Ia menilai hal ini mencerminkan lemahnya perlindungan bagi para pekerja yang sehari-hari berjibaku dengan risiko tinggi di jalan.

“Mereka ini kerja dengan risiko tinggi di jalan. Tapi kalau mudah diberhentikan tanpa alasan jelas, tentunya semua pekerja yang ada di perusahaan tersebut harus khawatir mulai dari sekarang,” ujarnya.

Tim kuasa hukum berencana membawa kasus ini lebih jauh. Selain melakukan audiensi ke Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar dan Provinsi Sulawesi Selatan, mereka juga akan menyurati DPRD Kota Makassar untuk meminta Rapat Dengar Pendapat (RDP), bahkan menyiapkan jalur persidangan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

“Besok kami akan ke Disnaker Kota dan akan menyurat ke DPRD Kota Makassar untuk permohonan RDP. Jika pihak perusahaan belum ada itikad baiknya, maka kita akan mengambil jalur hukum yang lebih jauh, persidangan PHI,” tegas Andi.

Kasus ini menambah daftar panjang keluhan para AMT yang bekerja di bawah bendera perusahaan mitra Pertamina. Mereka berharap Pertamina tidak tinggal diam dan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mitra-mitranya, demi memastikan perlindungan hak-hak dasar pekerja tetap terjaga.(*)

##pertamina ##indonesia ##phk ##karyawan ##hukum ##prabowo ##gerindra